Tetamu 2 Tanah Haram
Perasaan rindu ini hasil dari doa Nabi Ibrahim a.s. ketika meninggalkan Hajar dan anaknya Nabi Ismail a.s. atas perintah Allah,
"Wahai Tuhanku, aku tinggalkan zuriatku di lembah yang gersang di sisi rumahMu (Baitikal Haram) untuk didirikan solat di atasnya. Oleh itu Ya Allah, jadikanlah hati manusia rindu kepadanya, moga-moga mereka selalu kembali kepadanya (Mekah)." ......Dan itulah aku yang Menggamit Rindu Haramain....
TV AL HIJRAH - LABBAIKALLAH 17 SEPTEMBER 2015 / 3 ZULHIJJAH 1436 HIJRAH https://www.youtube.com/watch?v=w7GjzeKhECs
"Wahai Tuhanku, aku tinggalkan zuriatku di lembah yang gersang di sisi rumahMu (Baitikal Haram) untuk didirikan solat di atasnya. Oleh itu Ya Allah, jadikanlah hati manusia rindu kepadanya, moga-moga mereka selalu kembali kepadanya (Mekah)." ......Dan itulah aku yang Menggamit Rindu Haramain....
TV AL HIJRAH - LABBAIKALLAH 17 SEPTEMBER 2015 / 3 ZULHIJJAH 1436 HIJRAH https://www.youtube.com/watch?v=w7GjzeKhECs
Wednesday, 19 November 2014
Saad bin Abi Waqas , penyebar Islam di China Saad bin Abi Waqas dikenal sebagai penyebar Islam di Cina. Lahir dan besar di kota Makkah, ia dikenal sebagai pemuda yang serius dan cerdas. Postur tubuhnya digambarkan tidak terlalu tinggi, namun tegap dengan potongan rambut pendek. Orang-orang selalu membandingkannya dengan “singa muda”. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat disayangi kedua orangtuanya, terutama ibunya. Meskipun berasal dari Makkah, ia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianuti masyarakatnya (jahiliyah). Ia membenci upacara penyembahan berhala yang menjadi budaya di Makkah saat itu. Suatu hari dia didatangi Abu Bakar yang dikenal sebagai orang yang ramah. Ia mengajak Saad menemui Muhammad di sebuah bukit dekat Makkah. Pertemuan itu amat berkesan di jiwa Saad yang ketika itu baru berusia 20 tahun. Saad segera menerima undangan Nabi Muhammad Saw untuk menjadi penganut Islam. Saad kemudian menjadi salah satu sahabat yang pertama masuk Islam. Saad sendiri secara tidak langsung memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah Saw. Ibunda Rasul, Aminah binti Wahhab, berasal dari suku yang sama dengan Saad, yaitu dari Bani Zuhrah. Karena itu, Saad juga sering disebut sebagai Saad dari Zuhrah untuk membedakannya dengan Saad-Saad yang lain. Keislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota sukunya. Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, ibunya menolak makan dan minum sehingga kurus dan lemah. Meski dibujuk dan dibawakan makanan, namun ibunya tetap menolak dan hanya bersedia makan jika Saad kembali ke agama lamanya. Namun, Saad berkata, bahwa meski ia memiliki kecintaan luar biasa kepada ibunya, namun kecintaannya pada Allah Swt dan Rasulullah Saw jauh lebih besar lagi. Mendengar keteguhan hati Saad, ibu Saad akhirnya menyerah dan makan kembali. Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Saad bin Abi Waqqas. Di masa-masa awal sejarah Islam, kaum Muslim mengasingkan diri ke bukit jika hendak menunaikan shalat. Kaum Quraisy selalu menghalangi mereka. Saat tengah shalat, sekelompok kaum Quraisy mengganggu dengan saling melemparkan ucapan kasar. Karena kesal dan tidak tahan, Saad bin Abi Waqqas memukul salah seorang orang Quraisy dengan tulang unta sehingga melukainya. Ini menjadi darah pertama yang tumpah akibat konflik antara umat Islam dengan orang kafir. Konflik makin hebat dan menjadi batu ujian keimanan dan kesabaran umat Islam. Setelah peristiwa itu, Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar menghadapi orang Quraisy (QS Al-Muzammil: 10). Cukup lama kaum Muslimin menahan diri. Hanya beberapa dekade kemudian, umat Islam diperkenankan melakukan serangan terhadap orang kafir. Saad bin Abi Waqqas menjadi salah satu tonggak pemimpin utamanya. Dijamin Surga Suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke ufuk dan berkata, “Seorang penghuni surga akan muncul.” Ketika para sahabat mencari di sekeliling siapa yang dimaksud Nabi, tiba-tiba Sa’ad muncul. Abdullah bin Amr menanyakan “rahasia” sehingga mendapat jaminan surga. Sa’ad mengatakan, “Ibadah yang aku kerjakan juga dikerjakan yang lain, kecuali aku tidak pernah menaruh dendam atau berniat jahat terhadap kaum muslimin.” Saad terlibat dalam Perang Badar bersama saudaranya, Umair, yang kemudian syahid bersama 13 pejuang Muslim lainnya. Pada perang Uhud, bersama Zaid, Saad terpilih menjadi salah satu pasukan pemanah terbaik Islam. Saad berjuang dengan gigih dalam mempertahankan Rasulullah Saw setelah beberapa pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka. Saad juga menjadi sahabat dan pejuang Islam pertama yang tertembak panah dalam upaya mempertahankan Islam. Saad juga merupakan salah satu sahabat yang dikurniai kekayaan yang banyak dan digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal kerana keberaniannya dan dermawannya. Saad hidup hingga usianya menjelang 80 puluh tahun. Menjelang wafatnya, Saad meminta putranya untuk mengafaninya dengan jubah yang ia gunakan dalam perang Badar. ”Kafani aku dengan jubah ini kerana aku ingin bertemu Allah SWT dalam pakaian ini,” ujarnya. Kepahlawan Saad Penolakan Kaisar Parsi untuk menerima Islam membuat air mata Saad bercucuran. Berat baginya melakukan peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan bukan Muslim. Kepahlawanan Saad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan Islam melawan tentara Parsi di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam. Bersama 3000 pasukannya, ia berangkat menuju Qadasiyyah. Di antara mereka terdapat sembilan veteran perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam ikrar Riffwan di Hudaibiyyah, dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam memerdekakan Makkah bersama Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat, dan ribuan wanita yang ikut serta sebagai perawat dan tenaga bantuan. Pasukan ini berkemah di Qadisiyyah berhampiran Hira. Pasukan musuh yang datang untuk menentang pasukan tentera Muslimin, mereka semua berjumlah 120,000 ribu orang dibawah panglima perang kebanggaan mereka, Rustum. Sebelum memulai peperangan, Umar bin Khattab yang menjadi khalifah saat itu, mengarahkan Saad menulis surat kepada Kaisar Parsi, Yazdagird dan Rustum. Isi surat itu mengajak mereka masuk Islam. Delegasi Muslim yang pertama berangkat menemui Yazdagird adalah Nu’man bin Muqarrin yang kemudian mendapat penghinaan dan menjadi bahan ejekan Yazdagird. Untuk mengirim surat kepada Rustum, Saad mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin Aamir. Rustum menawarkan segala kemewahan duniawi kepada Rubiy bin Aamir sebagai pembalasan dan penghinaan. Namun ia tidak berpaling dari Islam dan menyatakan bahawa Allah SWT menjanjikan kemewahan lebih baik iaitu syurga. Para delegasi Muslim kembali setelah kedua pemimpin itu menolak tawaran masuk Islam. Melihat hal tersebut, air mata Saad bercucuran kerana ia terpaksa harus berperang yang bererti mengorbankan nyawa orang Muslim dan bukan muslim. Setelah itu, untuk beberapa hari dia terbaring sakit kerana tidak kuat menanggung kepedihan jika perang harus terjadi. Saad tahu bahwa peperangan ini akan menjadi peperangan yang sangat keras yang akan menumpahkan darah dan mengorbankan banyak nyawa. Ketika tengah berfikir, Saad akhirnya mendapati bahawa dia tetap harus berjuang. Karena itu, meskipun terbaring sakit, Saad segera bangkit dan menghadapi pasukannya. Di depan pasukan Muslim, Saad membaca QS Al-Anbiya: 105 tentang bumi yang akan dipusakai oleh orang-orang soleh seperti yang tertulis dalam kitab Zabur. Setelah itu, Saad menukar pakaian kemudian menunaikan Shalat Zhuhur bersama pasukannya. Setelah itu dengan membaca takbir, Saad bersama pasukan Muslim memulai peperangan. Selama empat hari, peperangan berlangsung tanpa henti dan menimbulkan korban dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Farsi. Peperangan Qadisiyyah merupakan salah satu peperangan terbesar dalam sejarah dunia. Pasukan Muslim memenangi peperangan itu. Dimana Saad bin Waqas Dimakamkan? Menurut catatan rasmi dari Dinasti Tang yang berkuasa pada 618-905 M dan berdasarkan catatan serupa dalam buku A Brief Study of the Introduction of Islam to China karya Chen Yuen, Islam pertama kali datang ke China sekitar tahun 30 H atau 651 M. Disebutkan, Islam masuk ke China melalui utusan yang dikirim oleh Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656 M). Menurut catatan Lui Tschih, penulis Muslim China pada abad ke-18 dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi), Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas. Islam pertama kali datang ke China dibawa panglima Islam, Saad bin Abi Waqqas, bersama sahabat lainnya pada tahun 616 M. Catatan tersebut menyebutkan, Saad bin Abi Waqqas dan tiga sahabat lainnya datang ke China dari Abyssinia atau yang sekarang dikenal dengan Etiopia. Setelah kunjungan pertamanya. Saad kemudian kembali ke Arab. Ia kembali lagi ke China 21 tahun kemudian atau pada masa pemerintahan Usman bin Affan, dan datang dengan membawa salinan Al Quran. Usman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Al Quran dan menyebarkan ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci ini. Pada kedatangannya yang kedua di tahun 650, Saad berlayar melalui Samudera Hindi ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Kemudian ia berlayar ke Chang’an atau kini dikenal degan nama Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalan Sutera. Bersama para sahabat, Saad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan baik oleh kaisar Dinasti Tang, Kao-Tsung (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya sesuai dengan ajaran Konfusius. Namun, sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu berat baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Namun begitu, ia mengizinkan Saad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou. Oleh orang Cina, Islam disebut sebagai Yi si lan Jiao atau agama yang murni. Kota Makkah disebut sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (atau Rasulullah Muhammad SAW). Saad bin Abi Waqqas kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan Cina dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Ianya teletak di jalan Guang Ta Lu. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai monumen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki beberapa kali. Baru-baru ini masjid ini di perbaiki sekali lagi dengan melibatkan pembesaran ruangan shalat bila pihak pengurusan masjid membeli sedikit ruang bagian belakang masjid . Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad Saw. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guang ta, karena masjid dengan menara yang indah ini yang letaknya di jalan Guangta. Ta berarti menara karena menurut sejarahnya menara masjid ini adalah yang tertinggi pada awal pemdiriannya dibandingkan bangunan lain. Sebagian orang percaya Saad bin Abi Waqqas menghabiskan sisa hidupnya dan meninggal di Guangzhou, China. Sebuah pusara diyakini sebagai makamnya. Makamnya menjadi tempat kunjungan wisata religi dari seluruh pelosok dunia. Orang yang datang di Guangzhou merasa tidak lengkap jika tidak menjejakkan kaki ke makam Saad. Namun, sebagian lagi menyatakan, Saad meninggal di Baqi’, dekat Madinah, dan dimakamkan dikawasan makam para sahabat. Meskipun tidak diketahui secara pasti di mana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan, namun yang pasti ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China. Kalaupun kubur yang ada di China itu bukan kubur Saad bin Abi Waqas tetapi pastinya kubur tersebut adalah kubur seorang berbangsa Arab yang memiliki jasa besar kepada perkembangan Islam di China. Kisah Saad Masuk Islam Saad bercerita: “Tiga malam sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi, seolah-olah aku tenggelam dalam kegelapan yang tindih menindih. Ketika aku sedang mengalami puncak kegelapan itu, tiba-tiba kulihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya, lalu kuikuti bulan itu. aku melihat tiga orang telah lebih dahulu berada di hadapanku mengikuti bulan tersebut. Mereka itu ialah Zaid bin Haritsh, Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar Ash-Shidiq. Aku bertanya kepada mereka: Sejak kapan Anda bertiga di sini? Belum lama, jawab mereka. Setelah hari siang, aku mendapat kabar, Rasulullah SAW mengajak orang-orang kepada Islam secara diam-diam. Yakinlah aku, sesungguhnya Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diriku, dan dengan Islam Allah akan mengeluarkanku dari kegelapan kepada cahaya terang. Aku segera mencari beliau, sehingga bertemu dengannya pada suatu tempat ketika dia sedang shalat Ashar. Aku menyatakan masuk Islam di hadapan beliau. Belum ada orang mendahuluiku masuk Islam, selain mereka bertiga seperti yang terlihat dalam mimpiku. Saad melanjutkan kisahnya masuk Islam. Ketika ibuku mengetahui aku masuk Islam, dia marah bukan kepalang. Padahal aku anak yang berbakti dan mencintainya. Ibu memanggilku dan berkata: “Hai Saad! Agama apa yang engkau anut, sehingga engkau meninggalkan agama ibu bapakmu? Demi Allah! Engkau harus meninggalkan agama barumu itu! atau aku mogok makan minum sampai mati…! Biar pecah jantungmu melihatku, dan penuh penyesalan karena tindakanmu sendiri, sehingga semua orang menyalahkan dan mencelamu selama-lamanya.” Jawabku: “Jangan lakukan itu, Bu! Tetapi aku tidak akan meninggalkan agamaku biar bagaimanapun.” Ibu tegas dan keras melaksanakan ucapannya. Beliau benar-benar mogok makan minum. Sehingga tubuh dan tulang-belulangnya lemah, menjadi tidak berdaya sama sekali. Terakhir, aku mendatangi ibu untuk membujuknya supaya dia mau makan dan minum walaupun agak sedikit. Tetapi ibu memang keras. Beliau tetap menolak dan bersumpah akan tetap mogok makan sampai mati, atau aku meninggalkan agamaku, Islam. Aku berkata kepada ibu: “Ibu! Sesungguhnya aku sangat mencintai ibu. Tetapi aku lebih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah! Seandainya ibu memiliki seribu jiwa, lalu jiwa itu keluar dari tubuh ibu satu per satu (untuk memaksaku keluar dari agamaku) sungguh aku tidak meninggalkan agamaku karenanya.” Tatkala ibu melihatku bersungguh-sungguh dengan ucapanku, dia pun mengalah. Lalu dia menghentikan mogok makan sekalipun dengan perasaan terpaksa. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad SAW: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,” Setelah Saad masuk Islam, dia lantas berjasa terhadap Islam dan kaum muslimin dengan prestasi baik dan tinggi. Dalam perang Badar, Saad ikut berperang bersama-sama adiknya Umair. Ketika itu Umair masih muda remaja, belum lama mencapai usia baligh. Tatkala Rasulullah SAW memerintahkan tentara muslimin berkumpul dan bersiap sebelum berangkat perang, Umair bersembunyi-sembunyi, takut kalau-kalau dia tidak diperbolehkan Rasulullah turut berperang, karena usianya masih kecil. Tetapi Rasulullah tetap melihatnya, lalu tidak memperbolehkannya ikut. Umair menangis, sehingga Rasulullah merasa kasihan, dan akhirnya membolehkan Umair turut berperang. Saad mendatangi adiknya dengan gembira, lalu mengikatkan pedang di bahu Umair, karena tubuhnya yang kecil. Kedua saudara itu pergi berperang berjuang bersama fi sabilillah. Seusai peperangan Saad kembali ke Madinah seorang diri. Sedangkan adiknya, Umair tinggal di bumi Badar sebagai syuhada’. Saad merelakan adiknya ke pangkuan Allah SWT dengan mengharap pahala dari-Nya. Ketika tentara kaum muslimin lari kucar-kacir dalam perang Uhud, Rasulullah SAW tinggal di medan tempur dengan kelompok kecil tentara kaum muslimin, tidak lebih dari sepuluh orang. satu diantaranya ialah Saad bin Abi Waqas. Sa’ad berdiri melindungi Rasulullah SAW dengan panahnya. Tidak satupun anak panah yang dilepaskan Saad dari busur melainkan mengenai sasaran dengan jitu, dan orang musyrik yang terkena, tewas seketika. Tatkala dilihat Rasulullah SAW Sa’ad seorang pemanah jitu, beliau berkata memberinya semangat “Panahlah, hai Saad! Panahlah…! Bapak dan ibuku menjadi tebusanmu!” Saad sangat bangga sepanjang hidupnya dengan ucapan Rasulullah itu. sehingga Saad pernah pula berkata, tidak pernah Rasulullah berucap kepada seorang jua pun, mempertaruhkan kedua ibu bapaknya sekalipun sebagai tebusan, melainkan hanya kepadaku.” Puncak kejayaan Saad ialah ketika Khalifah Umar Al-Faruq bertekad menyerang kerajaan Persia, untuk menggulingkan pusat pemerintahannya, dan mencabut agama berhala sampai ke akar-akarnya di permukaan bumi. Khalifah Umar memerintahkan kepada setiap Gubernur dalam wilayah kekuasaannya, supaya mengirim kepadanya setiap orang yang mempunyai senjata, atau kuda, atau setiap orang yang mempunyai keberanian, kekuatan atau orang yang berpikiran tajam, yang mempunyai suatu keahlian seperi syair, berpidato dan sebagainya, yang dapat membantu memenangkan perang. Maka tumpah ruahlah ke Madinah para pejuang muslim dari setiap pelosok. Setelah semuanya selesai melapor, Khalifah Umar merundingkan dengan para pemuka yang berwenang, siapa kiranya yang pantas dan dipercaya untuk diangkat menjadi panglima angkatan perang yang besar itu. Mereka sepakat dengan aklamasi menunjuk Saad bin Abi Waqas, singa yang menyembunyikan kuku. Lalu khalifah menyerahkan panji-panji perang kaum muslimin kepadanya dengan resmi, dalam pengangkatannya menjadi panglima. Sewaktu angkatan perang yang besar itu hendak berangkat, Khalifah Umar berpidato memberi amanat dan perintah harian kepada Saad. Katanya, “Hai Saad! Janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman Rasulullah dan shahabat beliau. Sesunggunya Allah tidak menghapus suatu kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Hai, Saad! Sesungguhnya tidak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seseorang melainkan dengan mentaati-Nya. Segenap manusia sama di sisi Allah, baik dia bangsawan atau rakyat jelata. Allah adalah Tuhan mereka dan mereka semuanya adalah hamba-hambaNya. Mereka berlebih berkurang karena taqwa, dan memperoleh karunia dari Allah karena taat. Perhatikanlah cara Rasulullah, yang engkau telah mengetahuinya, maka tetaplah ikuti cara beliau itu.” Maka berangkatlah pasukan yang diberkati Allah itu menuju sasaran. Di dalamnya terdapat 99 orang alumni pahlawan perang badar, lebih kurang 319 orang para shahabat yang tergolong dalam baiatur ridlwan, 300 orang pahlawan yang ikut dalam penaklukan Makkah bersama-sama Rasulullah SAW, 700 orang putra-putra shahabat, dan pejuang-pejuang muslim lainnya (yang keseluruhan berjumlah 30.000 orang). Sampai di Qadisiyah, Saad menyiagakan seluruh pasukannya dan bertempur hebat. Pada hari itu sebagai hr yang menentukan. Mereka mengepung musuh dengan ketat, lalu maju ke depan dari segala arah, sambil membaca takbir. Dalam pertempuran itu, kepala Rustam, panglima tentara Persia, berpisah dengan tubuhnya oleh lembing kaum muslimin. Maka merasuklah rasa takut dan gentar ke dalam hati musuh-musuh Allah. Sehingga dengan mudah kaum muslimin menghadapi para prajurit Persia dan membunuh mereka. Bahkan kadang-kadang mereka membunuh dengan senjata musuh itu sendiri. Saad bin Abi Waqas dikaruniai Allah usia lanjut. Dia dicukupi kekayaan yang lumayan. Tetapi ketika wafat telah mendekatinya, dia hanya meminta sehelai jubah usang. Katanya, “Kafani aku dengan jubah ini. Dia kudapatkan dari seorang musyrik dalam perang badar. Aku ingin menemui Allah dengan jubah itu.”
TEMUI RAHSIA PADA TIANG DI DALAM MASJID NABAWI
There are certain pillars in the Prophet’s masjid ﷺ in Madinah which have a special significance. Alhamdulillah, the locations of these pillars have been preserved till today. Signs were placed to indicate the names of these pillars known as ‘Ustuwaanah’ in Arabic.
Many people who visit the Prophet’s masjid are oblivious to these pillars or are unaware of the history behind them so in this article, I will illustrate the location of each pillar and tell you the story behind them which took place during the time of the Prophet ﷺ. If you are fortunate enough to visit the Prophet’s ﷺ masjid, try to visit these locations. Mulla Ali Qaari writes:
“Those pillars of the Masjid, which are of special virtue and blessed should be visited by the visitor of Madinah. There he should keep himself busy with optional prayers and supplication.”
1. Ustuwaanah Hannaanah
This pillar is located behind the mihrab of the Prophet ﷺ on its right hand side and is the most blessed of the pillars for this was the Prophet’s ﷺ place of prayer. On this spot there once used to grow a date palm. The Prophet ﷺ used to lean on it while delivering the khutbah (sermon). When a minbar was made, the Prophet ﷺ began delivering his sermon from there. When this happened, the sound of crying was heard from the tree and it could be heard around the whole masjid. The Prophet then went to the tree, placed his hand on it and the crying stopped. He then said:
“The tree cries because the remembrance of Allah was near it, and now that the minbar is built it has been deprived of this remembrance in its immediate vicinity. If I did not place my hand on it, it would have cried till the Day of Judgement.”
The pillar which has been placed in its place is called Ustuwanah Hannanah because the word ‘hannaanah’ is used to describe a crying camel.
2. Ustuwaanah A’ishah (May Allah be pleased with her)
This is also called the Ustuwaanah Muhajireen because the Muhajireen (emigrants from Makkah to Madinah) used to sit near this spot. The Prophet ﷺ used to offer his prayers at this place before he moved to the place at Ustuwaanah Hannanah. It is also called the Ustuwaanah Qur’ah. The reason for this is that A’ishah (may Allah be pleased with her) reported that the messenger of Allah ﷺ said:
“In this Masjid is one such spot that if people knew the true blessed nature thereof, they would flock towards it in such that to pray there they would cast lots (Qur’ah).”
People asked her to point out the exact spot which she refused to do. Later on, after Abdullah Ibn Zubair (may Allah be pleased with him) persisted, she pointed to this spot. It is called Ustuwaanah A’ishah because the Hadeeth is reported by her and the exact spot was shown by her.
3. Ustuwaanah Tawbah / Abu Lubabah
During the battle of Banu Quraydhah, after the enemies had been surrounded by the Muslims, the besieged tribe called on Abu Lubabah (may Allah be pleased with him) to tell them what the Muslims were planning to do with them. Abu Lubabah had previously had dealings with the Banu Quraydhah and after seeing their crying and wailing, he told them what the Muslims were planning to do.
He wasn’t suppose to reveal anything to the enemy and realising his mistake, he became grieved and proceeded to go to the Masjid. He came to a date tree and tied himself to it saying:
“As long as my repentance is not accepted by Allah, I shall not untie myself from here. And the Prophet ﷺ himself must undo my bonds.”
When the Prophet ﷺ heard this, he said:
“If he had come to me I would have begged forgiveness on his behalf. Now he had acted on his own initiative, so how can I untie him until such a time that his repentance has been accepted.”
For many days he remained tied there without food and water, except for prayers and when he had to answer the call of nature. Then one morning, after a few days, he received the good news that his repentance (tawbah) had been accepted. The companions conveyed the news to him and wanted to untie him but he refused, saying:
“As long as the Prophet ﷺ does not untie me with his blessed hands, I shall not allow anyone else to do so.”
When the Prophet ﷺ entered for Fajr prayers, he untied him. The pillar is called Ustuwaanah Tawbah (repentance) or Abu Lubabah as it was this very spot in which Abu Lubabah tied himself seeking repentance.
4. Ustuwaanah Sareer
‘Sareer’ means sleeping place. It is reported that the Prophet ﷺ used to make i‘tikaaf here (seclude himself in the Masjid) and used to sleep here while in i‘tikaaf. A platform of wood used to be put here for him to sleep on.
5. Ustuwaanah Hars / ‘Ali (may Allah be pleased with him).
‘Hars’ means to watch or protect. This used to be the place where some of the companions (may Allah be pleased with them) used to sit when keeping watch or acting as gatekeepers. ‘Ali (may Allah be pleased with him) used to be the one who would do this often due to which it is also known as Ustuwaanah Ali.
When the following verse was revealed, the Prophet ﷺ told his companions that he no longer needed people to keep watch as Allah had promised to protect him.
“..And Allah will protect you from the people..” Surah Al Ma’idah, Verse 67
6. Ustuwaanah Wufood
‘Wufood’ means delegations, whenever a delegation arrived to meet the Prophet ﷺ on behalf of their tribes, they would be met at this place where he used to meet them, converse with them and teach them about Islam.
Left: Ustuwaanah Wufud, Middle: Ustuwanah Ali/Haras, Right: Ustuwanah Sareer
7. Ustuwaanah Tahajjud
It is reported that this was the spot where late at night a carpet was spread for the Prophet ﷺ to perform tahajjud prayer after the people had left. There used to be a niche at this place to indicate the Prophet’s ﷺ place of performing Tahajjud but it has now been hidden with a bookcase as you can see above.
These historical photos show what is hidden behind the bookcase:
8. Ustuwaanah Jibra’eel
This was the usual place where the angel Jibra’eel used to enter to visit the Prophet ﷺ. Today it cannot be seen as it lies inside the sacred room of the Prophet ﷺ.
These eight places are special but so is the entire Masjid and the city of Madinah. You cannot take a step except imagine that the Prophet ﷺ or his companions must have tread on that exact space many years ago.
There are also pillars which indicate the boundary of the original masjid as it was at the time of the Prophet ﷺ. Written on the top of each pillar is ‘this is the Masjid of the Prophet ﷺ’
The orange circles indicate some of these pillars found in the masjid:
By: Abu Safiyyah, IlmFeed
Info: Adapted from How to Perform Ziyarah by Shaykh Saleem Dhorat
Info: Adapted from How to Perform Ziyarah by Shaykh Saleem Dhorat
Subscribe to:
Posts (Atom)